Artikel

Kisah Tokek yang Tuli

lizard-shadow-1884272

Peringatan hari kemerdekaan di Negeri Binatang berlangsung meriah dengan acara-acara perlombaan.

Salah satu acara yang paling menarik, yang diletakkan di puncak acara adalah Panjat Pinang untuk para Tokek. Batang Pinang dilumuri getah salah satu pohon yang licin. Bedanya dari perlombaan Panjat Pinang biasa, pada perlombaan tidak memperebutkan sesuatu di atas dan tidak pula kerjasama. Perlombaannya sederhana, yakni siapa yang duluan sampai ke puncak pohon pinang dialah yang menjadi pemenangnya.

Aturannya sederhana, jika ada tokek yang sudah jatuh masih diberi kesempatan tiga kali untuk tetap naik. Namun, jika sudah ada tokek yang sampai duluan si puncak, maka pertandingan berakhir dengan tokek yang terlebih dahulu sampai di puncak sebagai pemenang pertamanya. Total peserta tokek yang ikut sebanyak 25 ekor yang datang sari berbagai wilayah di negeri binatang. Selain berpartisipasi memperingati hari kemerdekaan, mereka tampaknya juga tergiur dengan hadiah rumah Tokek yang ditawarkan. Di samping tentunya hadiah- hadiah lain yang menggiurkan. Ketika juri meniup peluit tanda perlombaan dimulai, maka ke 25 ekor langsung berebut naik.

Baru beberapa menit, sudah beberapa tokek yang tergelincir jatuh. Penonton pun semakin histeris melihat perjuangan tokek yang sangat bersusah payah mencapai puncak. Ada yang memotivasi, namun lebih banyak yang mencerca serta sok mengatur.

Dalam hal ini mungkin penonton sudah jauh lebih hebat dari pemain itu sendiri. Beberapa waktu telah berlalu, para tokek yang tereliminasi pun sudah banyak karena telah jatuh bangun lebih dari tiga kali. Tinggallah enam tokek yang sedang berjuang menuju puncak. Anehnya, penonton bukan semakin memotivasi melainkan memberitahukan bahwa adalah tidak mungkin untuk mencapai puncak yang demikian tinggi sementara badan tokek kecil.

Suara penonton pun mulai berubah.”Sudahlah, tidak mungkin sampai, turun saja!” Demikian penonton bersorak. Yang lain mengatakan,”Jangan gara-gara iming- iming rumah kau korbankan sesuatu yang mungkin berguna untuk yang lain.” Bahkan, tokek senior yang tidak ikut bermain malah berkomentar,”Zaman saya dulu saja tidak se-“ngotot” ini, yang penting jalan saja seperti rutin.”Sementara itu para petinggi Negeri Binatang mulai ikut bersuara,”Sudahlah tokek, sengaja kami buat perlombaan ini haya untuk senang-senang dan memang dirancang agak sulit. Jadi.turunlah!Tidak mungkin kamu bias sampai puncak!” Mendengar teriakan-teriakan yan demikian, beberapa tokek mulai jatuh motivasinya, daya juang mereka semakin melorot, dan akhirnya mulai tereliminasi satu demi satu. Melihat kondisi demikian, penonton semakin lantang berteriak bahwa tidak mungkin ada tokek yang dapat mencapai puncak.

Namun demikian, perlombaan belum selesai. Dari lima tokek yang sudah tereliminasi, tinggal satu tokek yang terus merangkak naik, perlahan, perlahan namun pasti. Melihat hal ini penonton kembali bersorak dan mencemooh sang tokek, bahwa tidak mungkin mencapai puncak itu.

Bahkan seekor binatang yang kaya raya mengatakan,Hei tokek, turunlah! Kalau demi rumah kau relah berkorban untuk sesuatu yang tidak mungkin, kau pakailah rumahku dan turunlah, sebab semakin tinggi kau merangkak semakin besar pula risikomu untuk jatuh dan itu sangat menyakitkan!” Namun, kata-kata si binatang kaya raya ini pun tidak di gubris oleh san tokek.

Mendekati tengah hari semua penonton mulai terdiam. Mereka melihat tokek dengan konstan merangkak dan akhirnya. mencapai puncak! Gegap gempita dan sorak-sorai penonton pun meledak melihat sesuatu yan tidak mungkin menjadi mungkin. Bahkan, rekan-rekannya yang sudah tereliminasi terlebih dahulu ikut menangis terharu melihat rekannya yang bisa mencapai puncak.

Setelah diturunkan dengan tali khusus, beberapa penonton dan petinggi Negeri Binatang berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan sang tokek bisa mencapai puncak dan meraih hadiah rumah yang layak. Betapa kagetnya mereka, setelah diperiksa ternyata sang tokek pemenang itu ternyata tidak bisa mendengar alias tuli bin budek.

Perjalanan tokek menuju kemenangan dapat dilihat sebagai sebuah pengibaratan bagi perjalanan seorang mu’min menuju syurga-Nya yang kekal; akan selalu saja ada pihak-pihak yang menanamkan keraguan di hatinya sehingga membuatnya gagal mencapai tempat yang telah dijanjikan Allah untuk hamba-hambanya yang yakin kepada-Nya. Oleh karena itu marilah senantiasa menguatkan diri, ‘menulikan’ diri, dan meminta perlindungan kepada Allah dari bisikan dan hasutan syaitan agar kita senantiasa diteguhkan di jalan-Nya.

Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
Raja manusia.
sembahan manusia.
dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
dari (golongan) jin dan manusia.”

QS An-Nas: 1-6

 

Diadaptasi dari buku “Setengah Isi Setengah Kosong” karya Parlindungan Marpaung