Artikel

Hikmah Isra Mi’raj Pada Situasi Pandemi

Peristiwa Isra Mi’raj terjadi pada 27 Rajab, di tahun kesedihan (‘Amul Huzn) saat Nabi Muhammad ﷺ menerima banyak ujian dakwah dan kehilangan orang-orang terkasih. Isra Mi’raj adalah cara Allah menghibur Nabi ﷺ.

Begitupun hari ini, Isra Mi’raj terjadi saat wabah Covid-19 mengepung dunia. Namun, ternyata ada hikmah Isra Mi’raj pada situasi pandemi saat ini. Inilah cara Allah mengangkat kita ke derajat orang beriman.

Saat peristiwa Isra Mi’raj terjadi, Nabi ﷺ sedang menginap di rumah sepupunya, Hindun binti Abu Talib (Ummu Hani). Setelah tidur sejenak, Nabi ﷺ bangun dan mengunjungi Ka’bah. Di sana, rasa kantuk kembali menyergapnya hingga beliau tertidur. Saat itulah, Jibril datang dan membangunkan Nabi ﷺ.

Dengan mengendarai buraq, Jibril mengajak Nabi ﷺ terbang ke Baitul Maqdis di Yerusalem (isra). Di sana, Nabi ﷺ menjadi imam shalat berjamaah di depan para nabi terdahulu.

Setelah itu, Allah mengangkat Nabi ﷺ melintasi langit, melampaui ruang dan waktu, hingga tiba di Sidratul Muntaha (mi’raj). Di sinilah, Nabi ﷺ menerima perintah shalat lima waktu.

Ujian Keimanan

Ketika Nabi ﷺ kembali ke bumi di pagi hari, beliau mengisahkan perjalanan Isra Mi’raj itu kepada Ummu Hani. Mendengarnya, sang sepupu melarang Rasulullah ﷺ mewartakan peristiwa itu ke khalayak, karena khawatir jadi olok-olok kaum kafir Quraisy.

Benar saja, saat berita itu tersebar, orang-orang jahiliyah bersorak. Mereka yakin, umat Islam yang masih sedikit, akan menyangsikan peristiwa Isra Mi’raj ini. “Mana ada perjalanan ke Yerusalem, lalu ke langit, dan kembali lagi ke bumi hanya dalam waktu semalam?” begitu pikir mereka.

Namun, saat berita ini sampai ke telinga umat Islam, dugaan kaum kafir meleset. Abu Bakar—salah satu sahabat yang pertama kali masuk Islam—memang sempat mengira bahwa berita itu hanya bualan para pembenci Islam.

Namun, saat mendengar langsung peristiwa tersebut dari mulut Nabi ﷺ, seketika Abu Bakar percaya. Tak menyangsikan sedikit pun. Sejak saat itu, gelar Ash-Shiddiq (saksi kebenaran) tersemat di nama Abu Bakar.

Jika Isra Mi’raj menjadi ujian keimanan bagi umat Islam terdahulu, maka hari ini, pandemi menjadi salah satu ujian keimanan kita. Keduanya sama-sama menuntut keyakinan yang tinggi kepada takdir Allah. Satu kebenaran yang harus kita yakini, Allah tidak akan menguji hamba-Nya di luar kemampuan-Nya.

Perbaikan Kualitas Shalat

Saat peristiwa Mi’raj, Nabi ﷺ mengunjungi Sidratul Muntaha atas seizing Allah. Di sana, beliau menerima kewajiban shalat sebanyak 50 kali setiap hari. Saat beliau turun dan melewati Nabi Musa ‘alaihissalam, beliau menyarankan Rasulullah ﷺ meminta keringanan lagi kepada Allah.

Mengikuti saran Nabi Musa, Rasulullah menghadap Allah kembali. Jumlah shalat pun Allah kurangi. Namun, setiap kali Rasulullah melewati Nabi Musa, beliau mengingatkan Rasulullah untuk meminta keringanan. Sampai akhirnya, Rasulullah mendapatkan kewajiban shalat lima kali.

Jumlah shalat sudah berkurang banyak dari yang awalnya Allah wajibkan. Maka, jika hari ini kita masih malas shalat, sepantasnya timbul rasa malu.

Selain itu, momen pandemi ini seharusnya menjadi kesempatan kita untuk memperbaki kualitas shalat. Jika sebelumnya hanya shalat lima waktu, maka kini saatnya menambah dengan shalat sunah. Lalu, perbaiki bacaan shalat dan Al Quran juga.

Insya Allah, lewat shalat inilah Allah menolong kita di masa pandemi. Bisa dengan menguatkan fisik dan mental, membuka pintu rezeki, baik berupa materi maupun kesehatan dan keimanan. Hingga akhirnya nanti, kita melewati pandemi ini dengan kemenangan sebagai orang-orang beriman.

Temukan berbagai hikmah di balik sebuah peristiwa, dan jadikan hikmah Isra Mi’raj ini cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Isi hari dengan amal baik, perbaiki shalat dan perbanyak sedekah.


Referensi: tirto.id |Foto: Unsplash