“Bahwa semua perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang masuk daratan NKRI adalah bagian-bagian yang tak terpisahkan dari wilayah yuridiksi Republik Indonesia.”
(Djuanda Kartawidjaya, Perdana Menteri Indonesia periode 1957-1959)
Pulau Terluar adalah Bagian NKRI
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Itulah pesan dari Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 lalu. Wilayah laut Indonesia seluas 5,8 juta kilometer persegi. Itu adalah tiga perempat dari keseluruhan luas negara ini. Bayangkan betapa besarnya sumber daya alam yang terkandung dalam samudera kita.
Puluhan pulau kecil pun berbatasan langsung dengan negara lain, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Timor Leste, dan Australia. Dari 67 pulau-pulau terluar itu, hanya 27 yang sudah dihuni.
Namun, seringkali lautan menjadi batas ingatan. Acapkali kita lupa di seberang lautan itu ada saudara sebangsa, yang sama-sama hidup di bawah atap Indonesia. Padahal merekalah tangan pertama yang akan mengolah sumber daya laut dan berperan dalam perekonomian negeri ini. Mereka pula yang menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan Indonesia dari ancaman disintegrasi dan eksploitasi negara lain.
Pemerataan Pembangunan
Maka kesadaran sebagai negara kepulauan akan menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging), baik dalam diri penduduk di pulau besar terhadap saudaranya di pulau terluar, maupun dalam jiwa penduduk pulau terluar terhadap negeri ini. Menjaga kedaulatan bukan hanya dengan mengirim angkatan bersenjata, tapi lebih pada merangkul penduduk perbatasan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah sebagai penyelenggara negara harus memberi jaminan sosial (social security) kepada penduduk pulau terluar. Pembangunan harus merata, tak hanya mencakup pembangunan di pusat pemerintahan dan wilayah sekitarnya. Transportasi antar pulau yang baik dan pengadaan angkutan laut yang andal adalah modal untuk memanfaatkan potensi laut Nusantara yang luar biasa. Pada akhirnya, pembangunan yang merata akan menggerakkan roda perekonomian lebih cepat lagi.
Menggerakkan Jejaring Kebaikan
Sebagai penduduk di pulau besar yang diberi keleluasaan menikmati pembangunan yang lebih baik, kita pun bisa ikut andil dalam menumbuhkan kesadaran sebagai penduduk Nusantara. Perkembangan teknologi yang pesat memungkinkan kita membantu saudara-saudara kita yang hidup di pelosok dan pulau terluar, tanpa harus datang langsung ke sana.
Inilah yang kami—Masjid Nusantara—sebut ‘jejaring kebaikan’. Kami percaya, dalam kondisi paling carut-marut pun, akan selalu ada orang baik yang ingin meringankan beban sesamanya. Dan memang itulah yang ditemukan.
Salah satu contohnya seperti saat Masjid Nusantara membangun masjid di Pulau Dagasuli, Maluku Utara. Banyak orang baik yang memberikan apapun yang mereka bisa untuk membantu saudaranya.
Ada yang berperan sebagai penggali informasi yang menyurvei lokasi, menempuh perjalanan darat, laut, dan udara yang tidak sebentar. Ada pula yang berperan sebagai koordinator tim yang akan membangun masjid. Menyatukan banyak kepala dan karakter untuk satu tujuan tentu bukan hal mudah.
Lalu ada Anda, para Sobat Masjid, yang menyisihkan sebagian materi untuk manfaat yang lebih besar. Apa yang pada awalnya hanya ada dalam angan-angan penduduk Dagasuli, akhirnya bisa mereka lakukan di dunia nyata: beribadah dengan khusyu’ di masjid yang layak.
Jejaring kebaikan inilah yang mewujudkan impian menjadi desain di atas kertas, lalu menjadi bangunan yang tegak di atas tanah. Dan sesungguhnya, kebaikan yang kita lakukan ini menembus batasan dunia. Setiap tetes keringat dan keping rupiah yang terwujud menjadi masjid ini adalah bekal amal jariyah yang tak akan berhenti mengalir, bahkan hingga kelak kita berkalang tanah. Insya Allah.
Di Hari Nusantara ini, mari berdoa semoga jejaring kebaikan yang bersama-sama kita lakukan ini menumbuhkan rasa satu bangsa, satu Nusantara, dan semoga kita mampu melestarikan inisiasi kebaikan ini untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.