Ada saatnya, orang yang pernah menyakiti kita dalam kondisi lemah, sementara kita punya kesempatan membalas. Namun, sebaiknya kita memilih memaafkan, sebagaimana yang Nabi ﷺ contohkan di Kota Thaif.
Hari itu, dua gunung sudah siap ditimpakan di atas Kota Thaif oleh malaikat penjaga. Malaikat marah karena saat Nabi ﷺ mencari perlindungan ke sana, penduduk Thaif malah melempari Nabi ﷺ dengan batu hingga terluka. Cukup satu persetujuan dari Rasulullah ﷺ, maka Thaif pasti hancur lebur.
Namun apa jawaban Nabi ﷺ? “Tidak, malah aku berharap agar Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun juga.” (HR. Muslim)
Padahal, semua kekuatan untuk membalas ada di tangan, tapi Nabi ﷺ memilih memaafkan dan mendo’akan kebaikan.
Nabi memang manusia terpilih. Ketegaran, keteguhan, dan kesabarannya tanpa batas. Tapi dengan beliau contohkan, artinya kita pun bisa melakukan.
Jadilah pemaaf, agar Allah memudahkan kita di hari yang penuh kesulitan, yaitu hari penghisaban amal. Yakinlah, kita pasti sangat membutuhkan banyak syafa’at di hari itu.
Panggilan untuk Para Pemaaf
Karena memaafkan itu hanya untuk orang-orang kuat, Allah berikan surga untuk yang bisa melakukannya. Jika sudah memaafkan, tapi orangnya tidak sadar juga, do’akan saja semoga Allah segera membukakan pintu hatinya untuk bertaubat.
Memaafkan tanpa Diminta
Hati kita berhak mendapatkan kedamaian dengan melepaskan energi negatif. Maka maafkanlah meski tak diminta, karena itu bukanlah kekalahan, justru kemenangan melawan hawa nafsu dan ego.
Untuk para pemenang yang bisa memaafkan, kelak Allah bangunkan istana di surga.
“Barang siapa yang ingin dibangunkan baginya bangunan di Surga, hendaknya ia memaafkan orang yang mendzaliminya, memberi orang yang bakhil kepadanya, dan menyambung tali silaturahmi kepada orang yang memutuskannya.” (HR. Thabrani)
Kerugian Orang yang Tak Memaafkan
“Barang siapa yang didatangi saudaranya yang hendak meminta maaf, hendaklah memaafkannya, apakah ia berada di pihak yang benar ataukah salah. Apabila tidak melakukan hal tersebut (memaafkan), niscaya ia tidak akan mendatangi telagaku (di akhirat).” (HR. Al-Hakim)
Orang yang kuat adalah dia yang berani minta maaf dan mengakui kesalahan. Tapi, ada seseorang yang lebih kuat lagi, yaitu dia yang tanpa diminta pun mampu memaafkan. Itulah mengapa keutamaan orang yang memaafkan begitu besar, yaitu bertemu dengan Rasulullah ﷺ.
Ikhlas Memaafkan
Menyimpan rasa sakit dan dendam itu seperti membiarkan paku berkarat tertancap di tubuh. Makin lama, lukanya makin parah. Menyebar ke bagian yang tadinya baik-baik saja.
Buang paku itu. Fokus pada kesembuhan diri. Ikhlaskan, bahwa ada hal-hal yang memang tidak bisa impas di dunia. Tapi percayalah, catatan Allah itu nyata.
Idul Fitri ibarat tombol reset umat Islam. kembali kepada fitrah, bersih tanpa noda. Mari jaga lembaran baru ini tetap bersih dengan memaafkan, karena belum tentu kita bisa menekan tombol reset tahun depan.
Foto: Masjid Nusantara